museros.site — Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mengonfirmasi bahwa 60 siswa dari 10 sekolah di Jakarta diduga mengalami keracunan setelah mengikuti program Makan Bersama Gizi (MBG). Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa penyebab utama keracunan ini bukan zat kimia, melainkan bakteri yang mencemari makanan.
“Kejadian di Jakarta ada di 10 lokasi. Total ada sekitar 60 siswa yang terdampak dan memerlukan penanganan kesehatan, tapi tidak terlalu banyak dan situasinya terkendali,” ujar Kepala Dinkes DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, di Kampung Bandan, Jakarta Utara, Sabtu (4/10/2025).
Bakteri Jadi Penyebab Utama Keracunan
Ani menjelaskan bahwa seluruh hasil uji laboratorium menunjukkan adanya kontaminasi bakteri dalam makanan program MBG. Ia menegaskan bahwa tidak ditemukan kandungan kimia berbahaya dalam hasil pemeriksaan.
“Secara umum penyebabnya adalah bakteri, sebagian besar bakteri. Unsur kimia tidak ada, semuanya murni disebabkan oleh bakteri,” tegas Ani.
Pihak Dinkes menilai, kontaminasi bakteri dapat terjadi akibat proses penyimpanan, pengolahan, atau distribusi makanan yang tidak memenuhi standar kebersihan dan sanitasi.
Program Makan Bersama Gizi (MBG) di 10 Sekolah Jakarta
Program Makan Bersama Gizi (MBG) merupakan salah satu inisiatif pemerintah untuk meningkatkan gizi siswa sekolah dasar dan menengah di Jakarta. Namun, dalam beberapa minggu terakhir, muncul laporan siswa mengalami gejala mual, muntah, dan pusing usai mengonsumsi makanan dari program tersebut.
Dinkes DKI kemudian turun langsung untuk melakukan investigasi di 10 sekolah. Dari hasil pemeriksaan, sebagian besar siswa sudah pulih dan tidak memerlukan perawatan lebih lanjut.
“Kejadiannya tidak besar, sebagian besar siswa sudah kembali sehat. Kami terus pantau dan lakukan pembinaan agar kejadian seperti ini tidak terulang,” ujar Ani.
Belum Ada SPPG yang Punya Sertifikat Laik Sehat
Ani juga mengungkapkan bahwa belum ada satu pun Satuan Penyelenggara Program Gizi (SPPG) di Jakarta yang memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) — sertifikasi penting untuk memastikan makanan aman dikonsumsi.
“Saat ini ada sekitar 180 SPPG di Jakarta, tapi belum ada yang mengantongi sertifikat laik sehat,” jelasnya.
Karena itu, Dinkes DKI kini mempercepat proses penerbitan SLHS bagi penyelenggara MBG melalui inspeksi ulang dan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Balai Pengawasan Sertifikasi Pangan (BPSP).
“Kami akan melakukan inspeksi ulang secara masif agar mereka segera menyesuaikan dengan standar SLHS dan bisa mendapatkan sertifikatnya,” imbuhnya.
Pemprov DKI Percepat Pengawasan dan Pelatihan Penjamah Makanan
Sebagai langkah pencegahan, Dinkes DKI menggencarkan pelatihan bagi para penanggung jawab program gizi dan penjamah makanan di sekolah. Program pelatihan ini ditargetkan menjangkau 8.000 peserta agar pengelolaan makanan di sekolah memenuhi standar kebersihan yang ketat.
“Kami melatih penanggung jawab SPPG dan penjamah makanannya. Targetnya sekitar 8 ribu orang. Tujuannya agar mereka bisa mengelola program dengan lebih baik dan higienis,” ujar Ani.
Pelatihan tersebut mencakup manajemen penyimpanan bahan makanan, cara pengolahan aman, hingga pengawasan suhu dan alat masak agar tidak memicu pertumbuhan bakteri.
Pemprov DKI Tegaskan Dukungan Penuh terhadap Program MBG
Meski insiden keracunan sempat menimbulkan kekhawatiran, Ani menegaskan bahwa Pemprov DKI tetap mendukung penuh pelaksanaan program MBG. Menurutnya, program ini memiliki tujuan penting untuk meningkatkan asupan gizi anak sekolah sekaligus mendorong kebiasaan makan sehat bersama.
“Program MBG ini kebijakan pemerintah pusat, dan Pemprov DKI akan terus mendukung penuh pelaksanaannya. Tapi tentu dengan pengawasan ketat agar keamanan pangan tetap terjaga,” kata Ani.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara sekolah, penyedia makanan, dan dinas kesehatan agar distribusi makanan gizi seimbang tetap aman.
Kesimpulan: Fokus pada Perbaikan Sistem Higiene dan Pengawasan
Kasus keracunan MBG ini menjadi peringatan penting tentang pentingnya pengawasan sanitasi di sekolah. Dinkes DKI kini mempercepat langkah-langkah preventif — mulai dari sertifikasi, pelatihan, hingga inspeksi rutin agar kasus serupa tak terulang.
“Kami terus evaluasi, kolaborasi, dan edukasi agar ke depan, setiap makanan yang dikonsumsi anak-anak di sekolah benar-benar aman dan bergizi,” pungkas Ani.