Hacker ‘Bjorka’ Ditangkap
museros.site – Kepolisian mengungkap kasus penjualan data ilegal yang dilakukan seorang pemuda asal Kakas Barat, Minahasa, Sulawesi Utara, berinisial WFT (22), yang mengaku sebagai hacker dengan nama samaran ‘Bjorka’.
Ia berhasil meraup uang puluhan juta rupiah dari hasil memperjualbelikan data yang diperoleh secara ilegal di dark web.
“Dari hasil tracing, uang tersebut digunakan untuk kebutuhan pribadi,” ujar Wakil Direktur Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, kepada wartawan, Jumat (3/10/2025).
Motif Ekonomi dan Latar Belakang Keluarga
WFT mengaku kepada polisi bahwa penghasilan dari kejahatan siber itu digunakan untuk menghidupi anggota keluarganya.
Menurut keterangan polisi, WFT adalah seorang yatim piatu dan anak tunggal yang menanggung hidup kerabat dekatnya.
“Karena dia anak yatim piatu. Dia menghidupi seluruh keluarga dekatnya,” jelas Fian.
Hal ini dibenarkan oleh Kasubdit IV Ditsiber Polda Metro Jaya, AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon, yang menegaskan bahwa motif utama tersangka adalah ekonomi.
“Motivasi pelaku adalah masalah kebutuhan hidup. Dari yang kita temukan, aksinya dilakukan semata-mata untuk mendapatkan uang,” ujarnya.
Eksplorasi Dark Web Sejak 2020
Penyelidikan polisi mengungkap bahwa WFT mulai aktif di dark web sejak tahun 2020.
Ia menggunakan nama samaran ‘Bjorka’, yang kemudian berganti menjadi SkyWave, ShinyHunter, hingga Opposite6890 untuk menyamarkan identitasnya dan menghindari pelacakan aparat.
“Pelaku bermain di dark web sejak 2020 dan melakukan transaksi data ilegal di sana,” kata Fian Yunus.
Dalam aktivitasnya, WFT mengklaim memperoleh data dari institusi luar negeri maupun dalam negeri, termasuk perusahaan di sektor kesehatan dan swasta. Data tersebut kemudian dijual kepada pihak yang berminat di forum-forum gelap di internet.
Pembayaran dengan Mata Uang Kripto
Polisi mengungkap bahwa WFT menerima pembayaran dari para pembelinya menggunakan mata uang kripto (cryptocurrency) agar tidak mudah dilacak.
“Berapa total uang yang didapatkan masih kami dalami. Tapi menurut pengakuannya, sekali menjual data bisa mendapat puluhan juta rupiah, tergantung pembeli dan jenis data yang dijual,” tambah Fian.
Modus ini menunjukkan bahwa pelaku telah memahami cara memanfaatkan teknologi finansial untuk memperlancar aktivitas ilegalnya di dunia maya.
Ditahan dan Terancam Hukuman 12 Tahun Penjara
Polisi telah menetapkan WFT sebagai tersangka dan menahannya untuk proses hukum lebih lanjut.
Ia dijerat dengan Pasal 46 juncto Pasal 30 dan/atau Pasal 48 juncto Pasal 32 dan/atau Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Ancaman hukuman bagi WFT mencapai 12 tahun penjara, mencerminkan keseriusan pemerintah dalam menindak pelanggaran terkait keamanan siber dan penjualan data ilegal.
Ancaman Kebocoran Data di Indonesia
Kasus yang melibatkan WFT menjadi pengingat bahwa kebocoran data dan aktivitas ilegal di dark web masih menjadi ancaman serius bagi keamanan siber nasional.
Pakar keamanan siber menilai, transaksi data ilegal kerap memanfaatkan celah dari kebocoran sistem keamanan lembaga atau perusahaan. Data pribadi yang dijual dapat digunakan untuk penipuan, pemerasan, hingga kejahatan keuangan.
Pemerintah dan aparat penegak hukum terus mengimbau masyarakat dan institusi untuk memperkuat sistem perlindungan data pribadi agar tidak mudah dieksploitasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Respons Publik dan Peringatan untuk Dunia Maya
Terungkapnya kasus ini memicu perhatian publik, mengingat nama samaran ‘Bjorka’ sempat menghebohkan Indonesia beberapa tahun terakhir karena mengklaim telah membobol berbagai data instansi pemerintah.
Banyak pihak menilai perlu adanya edukasi publik dan regulasi yang lebih ketat untuk melindungi data pribadi dan menekan kejahatan siber.
Selain itu, pengguna internet diimbau untuk lebih berhati-hati dalam berbagi data pribadi, terutama di platform digital yang keamanannya belum terjamin.
Penutup: Pelajaran dari Kasus ‘Bjorka’
Kasus WFT alias ‘Bjorka’ menegaskan bahwa motif ekonomi sering menjadi pendorong kejahatan siber, terutama di kalangan muda yang memiliki kemampuan teknologi tetapi menghadapi tekanan finansial.
Meski begitu, tindakan tersebut tetap merupakan pelanggaran hukum dan membahayakan keamanan publik.
Penegakan hukum yang tegas dan kesadaran masyarakat terhadap keamanan data menjadi kunci dalam mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.
Cek juga artikel paling seru di platform kabarsantai
