Perjuangan Ibu di Trenggalek Akhirnya Temui Titik Terang
Upaya panjang mencari keadilan yang dilakukan Khusnul Khatimah akhirnya menunjukkan hasil. Perempuan berusia 43 tahun asal Dusun Pinggirsari, Desa Karangan, Kabupaten Trenggalek itu kini mendapat kepastian hukum setelah Kepolisian Daerah Jawa Timur membuka kembali penyelidikan atas kasus dugaan perundungan dan pelanggaran privasi yang menimpa anaknya.
Kasus tersebut sebelumnya sempat dihentikan oleh Polres Trenggalek melalui Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SPPP). Namun, setelah Khusnul mengajukan keberatan hingga ke tingkat Mabes Polri, Polda Jatim mengeluarkan rekomendasi resmi untuk melanjutkan kembali proses hukum.
Bagi Khusnul, keputusan ini menjadi secercah harapan setelah berbulan-bulan memperjuangkan keadilan bagi anaknya yang mengalami trauma psikis akibat peristiwa tersebut.
Kronologi Awal Peristiwa yang Menghebohkan Warga Desa
Peristiwa bermula pada 26 Mei 2024. Saat itu, Khusnul sedang berada di luar kota karena tugas pekerjaan. Anak perempuannya, NS, bersama seorang rekannya berinisial GL, pulang ke rumah untuk mengisi daya ponsel dan makan setelah latihan pencak silat.
Tanpa diduga, sejumlah pemuda setempat datang dan melakukan penggerebekan ke rumah tersebut. Aksi tersebut diduga tidak spontan, melainkan telah direncanakan sebelumnya oleh beberapa orang.
Seorang saksi berinisial C diduga masuk ke dalam rumah melalui pintu belakang secara paksa. Sementara itu, terduga pelaku lain berinisial M merekam NS yang baru keluar dari kamar mandi, lalu melontarkan tuduhan yang mengarah pada perbuatan asusila.
Rekaman Video dan Dugaan Pelanggaran Privasi
Tak berhenti pada perekaman, para pemuda tersebut juga diduga melakukan penggeledahan terhadap isi rumah tanpa izin. Lemari pakaian, bagian dalam rumah, hingga bagasi sepeda motor milik korban disebut ikut diperiksa.
Rekaman video tersebut kemudian menyebar luas di grup WhatsApp warga desa. Dalam waktu singkat, video itu menjadi viral dan memicu stigma negatif terhadap NS serta keluarganya.
Penyebaran video inilah yang kemudian dianggap sebagai salah satu bentuk pelanggaran serius terhadap hak privasi korban, sekaligus mencoreng nama baik keluarga Khusnul di lingkungan tempat tinggalnya.
Upaya Damai Tak Menemukan Iktikad Baik
Khusnul mengaku sempat mencoba menyelesaikan persoalan ini melalui jalur kekeluargaan. Ia berharap permasalahan dapat diselesaikan secara musyawarah tanpa harus menempuh proses hukum panjang.
Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Tidak ada itikad baik dari para terduga pelaku, bahkan dari pihak Pemerintah Desa Karangan yang diharapkan dapat menjadi penengah.
Situasi inilah yang akhirnya mendorong Khusnul melaporkan kasus tersebut secara resmi ke Polres Trenggalek dengan sejumlah dugaan pelanggaran, mulai dari perundungan, pencemaran nama baik, hingga masuk rumah tanpa izin.
Visum Psikologis dan Penghentian Penyelidikan
Dalam proses hukum awal, korban menjalani pemeriksaan medis di RSUD Dr. Soedomo Trenggalek. Hasil visum menunjukkan bahwa NS mengalami trauma psikis yang mengarah pada kondisi gangguan stres pascatrauma atau CBSD.
Meski demikian, penyelidikan di tingkat Polres Trenggalek justru dihentikan pada September 2024. Penyidik menyatakan bahwa peristiwa tersebut dinilai tidak memenuhi unsur pidana.
Keputusan penghentian itu menjadi pukulan berat bagi Khusnul. Ia menilai fakta-fakta yang ada, termasuk dampak psikologis terhadap anaknya, belum dipertimbangkan secara menyeluruh.
Surat ke Mabes Polri dan Respons Polda Jatim
Tidak menerima keputusan tersebut, Khusnul kemudian menempuh jalur lebih tinggi dengan mengirimkan surat ke Mabes Polri. Langkah ini akhirnya membuahkan hasil.
Biro Pengawasan dan Penyidikan (Wassidik) Ditreskrimum Polda Jawa Timur mengeluarkan rekomendasi bernomor B/10879/IX/RES 7.5/2025 tertanggal 29 September 2025. Rekomendasi tersebut secara tegas memerintahkan agar penyelidikan kasus ini dibuka kembali.
Bagi Khusnul, keputusan ini menjadi bukti bahwa perjuangan panjangnya tidak sia-sia.
“Saya hanya ingin keadilan. Anak saya mengalami trauma berat, dan saya hampir kehilangan pekerjaan sebagai PNS akibat fitnah dan penyebaran video itu,” ungkapnya saat ditemui pada Selasa (16/12/2025).
Sorotan terhadap Penanganan Awal Aparat
Khusnul juga menyampaikan kekecewaannya terhadap penanganan awal kasus oleh oknum penyidik di Polres Trenggalek. Menurutnya, proses tersebut tidak mencerminkan profesionalisme dan kepekaan terhadap korban, terutama anak.
Ia berharap dengan dibukanya kembali penyelidikan, kasus ini dapat ditangani secara lebih objektif, transparan, dan berpihak pada keadilan.
Potensi Pelanggaran Pasal Berlapis
Menanggapi perkembangan kasus ini, Bagus Catur Setiawan dari Lembaga Bantuan Hukum Cakra Tirta Mustika (LBH Cakram) Surabaya menyebut peristiwa tersebut berpotensi melanggar sejumlah pasal pidana.
Menurutnya, dugaan pelanggaran mencakup Pasal 167 KUHP tentang masuk rumah tanpa izin, Pasal 310 KUHP terkait pencemaran nama baik, serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengenai penyebaran informasi pribadi tanpa persetujuan.
“Tindakan main hakim sendiri dengan menggeledah dan merekam orang lain tanpa dasar hukum adalah pelanggaran serius terhadap hak privasi,” tegas Bagus.
Harapan terhadap Proses Hukum yang Berkeadilan
Hingga kini, Satreskrim Polres Trenggalek melalui Kanit PPA yang baru ditunjuk menyatakan komitmennya untuk menindaklanjuti kasus tersebut sesuai arahan Polda Jawa Timur.
Khusnul berharap proses hukum kali ini benar-benar dijalankan secara akuntabel. Baginya, keadilan bukan hanya soal menghukum pelaku, tetapi juga memulihkan martabat dan rasa aman bagi korban.
Kasus ini pun menjadi pengingat penting bahwa penyebaran video tanpa izin dan tindakan persekusi di lingkungan masyarakat tidak bisa dianggap sepele, terutama ketika berdampak serius pada kesehatan mental korban.
Baca Juga : Prabowo Tegas di Sidang Kabinet, Soroti Dugaan Aparat Jadi Pelindung Aktivitas Ilegal
Jangan Lewatkan Info Penting Dari : medianews

