Luka Perang yang Mengubah Hidup
museros.site – Kondisi kemanusiaan di Gaza semakin memprihatinkan. Menurut laporan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis pada Kamis (2/10/2025), hampir 42.000 orang telah mengalami luka-luka yang mengubah hidup, termasuk amputasi, cedera tulang belakang, dan luka kepala akibat perang yang telah berlangsung selama dua tahun.
Yang lebih menyedihkan, hampir seperempat dari korban luka adalah anak-anak, menandakan dampak konflik yang tak hanya merusak infrastruktur tetapi juga menghancurkan masa depan generasi muda di wilayah tersebut.
Rehabilitasi Seumur Hidup
Perwakilan WHO untuk wilayah Palestina, Richard Peeperkorn, menegaskan bahwa sebagian besar korban akan membutuhkan rehabilitasi sepanjang hidup mereka untuk memulihkan kondisi fisik dan psikologis.
“Rehabilitasi seumur hidup akan diperlukan. Cedera yang dialami para korban sangat serius dan meninggalkan dampak permanen,” ujarnya dalam konferensi pers yang dikutip AFP, Jumat (3/10/2025).
Berdasarkan data yang dihimpun dari 22 Tim Medis Darurat yang didukung WHO, Kementerian Kesehatan Gaza, dan mitra kesehatan lainnya, laporan tersebut menyebutkan 41.844 orang mengalami cedera yang mengubah hidup.
Dari jumlah itu, lebih dari 5.000 orang mengalami amputasi, dan angka tersebut kemungkinan masih lebih rendah dari kenyataan karena tidak mencakup amputasi yang terjadi langsung di lokasi kejadian, sebelum korban mencapai fasilitas medis.
Anak-Anak Paling Rentan
Penulis utama laporan WHO, Pete Skelton, menyoroti bahwa anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan mengalami amputasi.
“Banyak anak yang menjadi korban ledakan atau runtuhan bangunan. Mereka kehilangan anggota tubuh atau mengalami luka yang membutuhkan perawatan medis jangka panjang,” ujarnya.
Selain amputasi, cedera lain yang banyak dialami adalah cedera tulang belakang, luka otak traumatis, luka bakar parah, serta cedera wajah dan mata yang menyebabkan gangguan penglihatan permanen.
Sistem Kesehatan di Ambang Kehancuran
Kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap krisis kesehatan yang dihadapi Gaza.
Menurutnya, cedera akibat ledakan pada kaki dan lengan adalah yang paling sering memerlukan rehabilitasi. Namun kapasitas layanan medis di Gaza tidak mampu mengimbangi lonjakan kebutuhan tersebut.
“Hanya 14 dari 36 rumah sakit di Gaza yang masih berfungsi, bahkan sebagian di antaranya hanya bisa memberikan pelayanan terbatas,” tegas Tedros.
Ia memperingatkan bahwa sistem kesehatan di Gaza kini berada di ambang kehancuran, terlebih di tengah meningkatnya kebutuhan layanan medis akibat cedera dan kelaparan yang melanda wilayah tersebut.
Tingginya Angka Korban Jiwa dan Luka
Sejak konflik dimulai setelah serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023, situasi kemanusiaan di Gaza terus memburuk.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 66.000 warga Palestina telah meninggal dunia, sementara hampir 170.000 orang lainnya mengalami luka-luka.
WHO mencatat, dari angka tersebut, hampir 42.000 orang memiliki cedera yang berdampak jangka panjang, termasuk amputasi anggota tubuh yang membuat mereka tidak dapat kembali menjalani kehidupan normal seperti sebelumnya.
Tantangan Penanganan Medis dan Rehabilitasi
Perang yang berkepanjangan membuat layanan medis di Gaza mengalami kelumpuhan. Keterbatasan tenaga medis, peralatan, hingga obat-obatan menjadi hambatan besar dalam memberikan perawatan yang memadai bagi korban.
“Banyak pasien yang memerlukan operasi lanjutan atau prostetik, tetapi fasilitas tidak tersedia. Kondisi ini memperburuk trauma yang mereka alami,” ungkap Peeperkorn.
WHO menekankan perlunya bantuan internasional yang lebih besar, tidak hanya dalam bentuk bantuan darurat tetapi juga dukungan jangka panjang untuk rehabilitasi korban.
Dampak Kemanusiaan yang Meluas
Selain menimbulkan korban jiwa dan luka, konflik di Gaza juga berdampak besar pada kondisi sosial dan ekonomi. Banyak keluarga kehilangan rumah, tempat usaha, serta akses terhadap kebutuhan dasar.
Anak-anak tidak hanya menjadi korban fisik tetapi juga menghadapi trauma psikologis yang mendalam. Banyak di antara mereka kehilangan anggota keluarga dan harus menjalani hidup dengan disabilitas permanen.
Tedros menegaskan bahwa konsekuensi jangka panjang dari perang ini akan membebani generasi mendatang di Gaza, jika tidak segera ditangani dengan serius oleh komunitas internasional.
Seruan untuk Aksi Kemanusiaan
WHO bersama organisasi kemanusiaan lainnya mendesak komunitas global untuk memberikan bantuan yang lebih besar, baik dalam bentuk medis, dukungan psikososial, maupun infrastruktur kesehatan.
“Perlu adanya gencatan senjata yang memungkinkan pengiriman bantuan medis ke wilayah yang terdampak paling parah,” kata Tedros.
Ia menambahkan bahwa fokus tidak hanya pada menyelamatkan nyawa tetapi juga memastikan korban mendapatkan peluang pemulihan yang bermartabat.
Penutup: Luka yang Tersisa di Balik Konflik
Laporan WHO tentang 42.000 korban dengan luka yang mengubah hidup menjadi pengingat nyata akan dampak panjang konflik terhadap masyarakat sipil.
Bukan hanya soal angka korban jiwa, tetapi juga tentang ribuan orang yang kini harus menghadapi masa depan dengan keterbatasan fisik dan trauma psikologis yang mendalam.
Krisis di Gaza menegaskan pentingnya upaya internasional untuk mencari solusi damai dan memulihkan harapan bagi warga yang terdampak.
Cek juga artikel dari platform cctvjalanan
